#main-wrapper { width: 433px; padding:15px; float: right; display: inline; word-wrap: break-word; overflow: hidden; -moz-border-radius: 5px 5px 5px 5px; -moz-box-shadow: 0 0 3px #CCCCCC; background: none repeat scroll 0 0 #FFFFFF; border: 1px solid #DDDDDD; margin: 5px; } #sidebar-wrapper { width: 225px; float: right; display: inline; word-wrap: break-word; overflow: hidden; -moz-border-radius: 5px 5px 5px 5px; -moz-box-shadow: 0 0 3px #CCCCCC; background: none repeat scroll 0 0 #FFFFFF; border: 1px solid #DDDDDD; margin: 5px; } #sidebar-wrapper2 { width: 225px; float: left; display: inline; word-wrap: break-word; overflow: hidden; -moz-border-radius: 5px 5px 5px 5px; -moz-box-shadow: 0 0 3px #CCCCCC; background: none repeat scroll 0 0 #FFFFFF; border: 1px solid #DDDDDD; margin: 5px; } -->

Rabu, 27 Oktober 2010

Membangun Kepercayaan Diri

Banyak ahli menilai, percaya diri merupakan faktor penting yang menimbulkan perbedaan besar antara sukses dan gagal. Karenanya, tidak sedikit pula yang memberikan pandangannya mengenai teknik-teknik membangkitkan rasa percaya diri. 
Dalam dimensi yang sangat luas, sukses adalah milik semua orang. Tetapi, tidak semua orang tahu bagaimana cara mendapatkan atau meraih kesuksesan. Kebanyakan orang menilai bahwa kesuksesan adalah milik orang-orang yang ber-IQ tinggi, lulusan sekolah terbaik dan memilih spesialisasi yang paling terkenal. 
Penilaian ini memang tidak sepenuhnya salah, tetapi kita juga harus melihat fenomena yang lebih luas, bahwa tidak sedikit orang-orang sukses yang tidak mengenyam pendidikan tinggi. Dengan kata lain, IQ tinggi, lulusan sekolah terbaik dan spesialisasi yang terkenal hanyalah bagian dari penunjang kesuksesan. Di luar kemampuan itu, ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam memprediksi kesuksesan seseorang; itulah yang kita sebut, antusiasme, hasrat, ketekunan, kerja keras, serta kebulatan tekad seumur hidup yang dimilikinya. 
Sebagian pakar menilai bahwa untuk mencapai sukses, kematangan pribadi seseorang sangat dibutuhkan. Sebab kematangan pribadi akan mengantarkan seseorang pada sikap optimis dan kesadaran bahwa apa yang dicita-citakannya akan mudah diraih. 
Di sisi lain, meraih kesuksesan jelas bukanlah perkara gampang. Ketika kita berusaha untuk meraih apa yang kita inginkan, tentu banyak tantangan yang harus dihadapi. kalanya seseorang begitu tegar, tetapi tidak sedikit juga yang patah semangat bahkan menyerah karena merasa tidak sanggup menghadapi tantangan yang ada di depannya. Pada saat semacam inilah, rasa percaya diri sangat penting ditumbuhkan. Banyak ahli menilai bahwa percaya diri merupakan faktor penting yang menimbulkan perbedaan besar antara sukses dan gagal. Karenanya, tidak sedikit pula yang memberikan pandangannya mengenai teknik-teknik membangkitkan rasa percaya diri. 
Berikut ini adalah beberapa kiat guna membangun percaya diri.
Berani menerima tanggung jawab. 
Gerald Kushel, Ed.D. pernah mengadakan penelitian terhadap sejumlah manajer. Dari penelitian tersebut, Kushel menyimpulkan bahwa ia menemukan sifat terpenting yang dimiliki oleh hampir semua manajer yang memiliki kinerja tinggi. Dan sifat tersebut adalah rasa tanggung jawab yang mendorong mereka untuk tampil "sempurna" tanpa peduli pada hambatan apapun yang menghadangnya. Sebaliknya, manajer yang berkinerja buruk dan gagal mencapai kapasitas maksimumnya cenderung melimpahkan kesalahannya pada siapa saja. kembangkan nilai positif. Jalan menuju kepercayaan diri akan semakin cepat manakala kita mengembangkan nilai-nilai positif pada diri sendiri. 
Menurut psikolog Robert Anthony, PhD., salah satu cara untuk mengembangkan nilai-nilai positif adalah dengan menghilangkan ungkapan-ungkapan yang mematikan dan menggantinya dengan ungkapan-ungkapan kreatif. Dia menganjurkan membuat peralihan bahasa yang sederhana tapi efektif dari pernyataan negatif ke pernyataan positif. Misalnya, mengganti kata, "Saya tidak bisa," menjadi, "Saya bisa!
Bacalah potensi diri. 
Segeralah lacak, gali, dan eksplorasi potensi sukses yang ada pada diri kita. Misalnya dengan bertanya kepada orang-orang terdekat. Termasuk juga mengikuti psikotes dan mendatangi para ahli seperti psikiater, dokter bahkan kiai untuk melacak potensi kita. Karena bisa jadi sangat banyak potensi yang kita miliki tanpa kita sadari, sehingga tidak berhasil kita gali.
Berani mengambil risiko
Keberanian dalam mengambil risiko ini penting, sebab daripada menyerah pada rasa takut alangkah lebih baik belajar mengambil risiko yang masuk akal. Cobalah menerima tantangan, kendati terasa menakutkan atau menciutkan hati. Cari dukungan sebanyak mungkin. tolaklah saran negatif. Bisa jadi, tidak semua orang di sekitar kita memberikan dorongan, dukungan, dan bersikap positif pada kita. Sebagian dari orang yang ada di sekitar kita mungkin berpikiran negatif. Hal inilah yang tak jarang malah melunturkan rasa percaya diri kita dengan mempertanyakan kemampuan, pengalaman, dan aspirasi-aspirasi kita.
Jadikan keresahan sebagai kawan
Banyak peristiwa atau saat-saat dalam kehidupan yang dapat membuat kita mengalami rasa cemas atau gelisah. Akibatnya, kita mengalami krisis percaya diri. Saat itulah kita harus mulai mengingatkan diri sendiri bahwa rasa cemas dan gelisah merupakan kawan. Tingkatkan energi, tajamkan kecerdasan, tinggikan kewaspadaan, dan kembangkan pancaindera. Daripada menyia-nyiakan energi untuk kecemasan yang sia-sia, lebih baik menghadapi tantangan itu secara tegas dan efektif.

Dengan melakukan hal ini, kita akan mendapat banyak peluang yang tak ternilai harganya. Namun jangan lupa, ketika mencoba sesuatu kita harus siap dengan hasil yang sesuai atau tidak sesuai dengan keinginan. Kalau hasilnya tak sesuai dengan keinginan, bisa jadi itulah yang terbaik menurut Allah Azza wa Jalla. Kalau kita sudah mencoba, maka niatnya saja sudah menjadi amal. Orang yang gagal adalah orang yang tak pernah berani mencoba. 
Bukankah menaiki anak tangga kelima puluh harus diawali dengan tangga pertama?

Dengan demikian, mungkin ada baiknya jika kita sedikit mengambil jarak dengan sebijak mungkin bila ada pihak-pihak yang mencoba melunturkan kepercayaan diri kita. Keenam, ikuti saran positif. Rasa percaya diri merupakan sifat "menular". Artinya, jika kita dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki cara pandang positif, bersemangat, optimis, dsb, maka kita memiliki kecenderungan untuk meniru sifat tersebut. Karena itu, carilah lingkungan yang bisa memotivasi kita untuk sukses. Kita harus mulai senang bergaul dengan orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk bangkit. Bergaul dengan orang-orang yang percaya diri akan berbeda dibandingkan bergaul dengan orang-orang yang gagal. Sebab bergaul dengan orang-orang yang percaya diri, Insya Allah semangatnya akan menular kepada diri kita.
Sesudah perhitungan kita matang, selanjutnya kepercayaan diri akan bertambah dengan memperkokoh ibadah dan doa, karena doa dan ibadah dapat mengundang pertolongan Allah. Semakin kokoh ibadah kita, shalat kita, makin kuat doa-doa kita, dan keyakinan kita dengan pertolongan Allah, maka itu bisa meningkatkan percaya diri. Kita harus benar-benar menyadari bahwa Allah menciptakan kita benar-benar dengan perhitungan dan pertimbangan Yang Mahacermat. Seperti di firmankan Allah SWT dalam Quran:
Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

Sabtu, 23 Oktober 2010

Hilangnya Kesadaran Mahasiswa

Mahasiswa tentunya merasa ikut bertanggung jawab atas apa yang menimpa masyarakat Indonesia. Sebagai kelompok terdidik yang merupakan lapisan kecil elite Indonesia yang sampai sekarang sarjana di Indonesia hanya sekitar 5% dari total penduduk Indonesia. 
Mahasiswa adalah lapisan masyarakat yang memiliki kemampuan untuk berfikir dan berperan menjadi pendorong bergeraknya kehidupan masyarakat. Padahal untuk mendorong dinamika dan perubahan sosial yang berkaitan untuk penungkatan dan perbaikan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat diperlukan setidak-tidaknya 30% kelompok penduduk pada berbagai keahlian, terutama sekali pada berbagai bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Peran mereka sungguh sangat menentukan.

Sisanya di negeri ini dari keseluruhan penduduk, ada 85,7%, hampir mendekati seluruh jumlah penduduk di negeri ini yang hanya mengenyam pendidikan dasar, dan termasuk mereka yang drops out dari sekolah dasar. Kalau kita lihat laporan data ESCAP population data sheet tahun 2006 ada sebanyak 35,29% rakyat Indonesia tidak tamat SD. Ada sebanyak 34,22 % rakyat indonesia hanya tamat SD dan hanya 13% rakyat Indonesia hanya tamat SMP.

Pertanyaan sekarang ialah, apakah mahasiswa sudah berperan dalam proses pemberdayaan masyarakat yang bersifat mencerdaskan dan memajukan taraf hidup mereka? Masih adakah perhatian terhadap kampung halaman yang mengharapkan uluran tangannya? Menjawab pertanyaan tersebut cukup susah karena beberapa persoalan senantiasa melingkari realitas mahasiswa. 

Pertama, mengingat study dan serangkaian kegiatan kampus yang padat sehingga sangat sedikit mahasiswa yang punya waktu untuk berkumpul dengan masyarakat khususnya di daerah desa. Kesibukan mahasiswa untuk terlibat dalam aktivitas kampus lambat laun menciptakan keengganan untuk merasakan apalagi menyelesaikan persoalan di pedesaan. Kesibukan mereka adalah bagaimana mahasiswa cepat selesai dengan nilai memuaskan dan cepat mencari kerja. Jadi kapan mahasiswa memiliki waktu untuk bercengkerama dengan orang-orang pedesaan?

Kedua, kita tahu bahwa hampir semua universitas sekarang berada sangat jauh dari lingkungan pedesaan atau sekarang cenderung berada ditengah kota misal UGM, UI, ITB, UIN, termasuk USU, UNIMED , IAIN dan yang lainnya. Dulu lingkungan universitas keberadaannya banyak diantara lingkungan masyarakat desa seperti UGM yang memiliki citra “kampus ndesa”, sehingga lebih bisa merasakan langsung penderitaan yang sedang dialami masyarakat desa. Sekarang ini, kalaupun ada keluhan atau pengaduan langsung dari masyarakat masih harus menunggu karena ada mekanisme birokrasi yang harus dipatuhi. 

Posisi universitas sekarang berada ditengah kota secara tidak langsung menjauhkan pergaulan mahasiswa dengan masyarakatnya. Intensitas pertemuan dan pergaulan mahasiswa dengan budaya kota ketika menjadi dominan memungkinkan mahasiswa menjadi lupa diri akan perannya dan lupa dengan tanggung jawab moralnya.
Bermuncullah kelompok-kelompok intelektual dengan kegemaran menjarah, merusak dan membinasakan lingkungan pedesaan, hutan dan habitat makhluk hidup. Mereka rubah budaya-budaya masyarakat menjadi obyek pasar dengan logika masyarakat konsumen. Para mantan mahasiswa berbondong-bondong ke desa dengan modal besar untuk menggusur mereka karena menjadikan citra buruk pembangunan. Lingkungan pedesaan kemudian disulap menjadi bermacam mega proyek untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. 

Pangkat dan keilmuan sebagai salah satu sebab yang menciptakan strata sosial dan menentukan tingkat penghargaan di masyarakat, akan tetapi karena orientasi berfikir mahasiswa dibentuk dengan logika masyarakat kota, akhirnya menjauhkan dan memisahkan dirinya dengan kehidupan masyarakat. Ia bersikap masa bodoh terhadap persoalan yang dihadapi bangsanya yang tinggal di pedesaan karena terbius dengan kemegahan dan gemerlap kota karena menyediakan fasilitas yang serba lengkap. Pengaruh pendidikan tinggi sering menanamkan superiority complex sehingga gengsi menghalangi mereka untuk bergaul dengan masyarakat yang masih serba sederhana dan terbelakang. Sering terdengar mahasiswa yang cenderung bersikap oportunis dan hanya memikirkan dirinya sendiri.

Ketiga, kesalahan universitas kurang memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk bisa berkomunikasi dengan bahasa masyarakat pedesaan yang cenderung miskin terbelakang dan buta huruf. Program kuliah kerja nyata (KKN) ataupun PPL sebagai bagian dari proyek keumatan universitas dipahami mahasiswa hanya sebagai bagian dari mata kuliah. 
Dalam implementasinya, mahasiswa mencoba seoptimal mungkin meraih nilai A dan mengindahkan muatan pemberdayaan, orientasi mereka adalah nilai bukan bagaimana mampu mencerdaskan masyarakat. Sekarang ini sebagian besar masyarakat pedesaan melihat kedatangan mahasiswa tetap diperlakukan sebagai orang kota yang perlu dilayani bukan malah sebaliknya; mahasiswa yang melayani masyarakat pedesaan dengan program-program dan misi universitas yang mencerdaskan.

Keempat, sekarang ini mahasiswa bahkan menjadi salah satu bagian dari persoalan itu sendiri ditengah masyarakat pedesaan dengan semakin meningkatnya pengangguran sarjana yang, dilihat dari angka pengangguran terdidik di Indonesia telah mencapai angka 740 ribu, angka yang fantastis pada tahun 2007 (Republika, 13/02/2008). 
Meningkatnya jumlah pengangguran sarjana erat dipicu ketidakmampuan mahasiswa untuk bersaing karena keterbatasan skill dan lemahnya pembacaan potensi, kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup, ketahanan ekonominya di tengah masyarakat. Sementara ini kemampuan universitas hanya memberikan teori-teori sedang aplikasinya masih sangat minim. Akhirnya universitas seperti tempurung yang memenjarakan mahasiswa dalam aplikasi intelektualnya ditengah masyarakat.

Kelima, ketika mahasiswa nampak mapan karena mendapatkan pasokan modal kaum kapitalis dengan garis perjuangan ekonomi-kompromis. Aktivis mahasiswa banyak terlena dengan kecukupan ekonomi-material dan enggan berkonflik dengan penguasa modal dan penyedot aset rakyat. Mereka menjadi lupa akan garis perjuangan dan hakekat mahasiswa sebagai bentuk respon solutif berbagai persoalan dan realitas keumatan yang muncul. Lebih parah apabila kemapanan normatif menjadi landasan gerak, mereka akan melihat realitas menggunakan kacamata kuda. Semua serba hitam-putih, baik-buruk dan tidak mampu berfikir dengan jernih.

Keenam, ketika mahasiswa disusupi tokoh-tokoh ”pejuang politik praktis” yang identik dan lebih dekat ke struktur elite penguasa plus janji-janji bergula di kursi birokrasi. Maka beramai-ramailah elite mahasiswa mensosialisasikan politik-kompromis dengan mau menukar idealisme dan komitmen keumatan dengan kepentingan material-pragmatis.

Kekacauan aktivitas mahasiswa sekarang ini lebih cenderung disebabkan orientasi gerakan yang berubah dari awalnya yang merupakan gerakan intelektual dan kultural menjadi gerakan politik. Dominasi warna politik ini bisa kita lihat dari peran mahasiswa yang selalu mempersoalkan dasar legitimasi mkekuasaan. Bukan satu kewajiban yang harus ditinggalkan, tetapi ketika orientasi politik lebih dominan maka akan menghambat terwujudnya daya kreatif yang tersimpan didalamnya (gerakan inteektual dan kultural). Juga mengutuk mahasiswa dalam kestabilan yang mantap, stagnan dan mandul. Keadaan ini bisa menimbulkan sikap pengunduran diri atau apatis, atau seperti yang dikatakan David Reisman, ”privatisme”: penekanan nilai-nilai yang paling tipis hubungannya dengan kehidupan sosial. Mahasiswa akan sibuk dengan diri sendiri dan mempersetankan lingkungan sosial.
Barangkali sudah saatnya bagi mahasiswa memikirkan kembali peran-peran yang selama ini sudah dilakukan, mari kita budayakan gerakan intelektual masuk desa dengan mahasiswa sebagai lokomotifnya sehingga kesadaran dari mahasiswa akan membuka jalan bagi kemajuan masyarakat pedesaan. Dengan pengabdian yang sepenuhnya dari mahasiswa kiranya berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, akan mudah diserap masyarakat pedesaan sehingga daya kompetisi dan kemampuan bertahan hidup masyarakat pedesaan meningkat. Cukuplah jangan terus menerus menghambur di kota-kota besar, desa merupakan peringatan sejarah bahwa disana pernah dilahirkan manusia yang kini menjadi “Orang Besar”.

>>Dari berbagai sumber

Pencari RidhoNya
_Rd_

Selasa, 19 Oktober 2010


di jalan cinta para pejuang
ada cinta dan tujuan
yang membuatmu menatap jauh ke depan
teruslah melanglang
menebar kebajikan
menghentikan kebiadaban
menyeru pada iman
walau duri merentaskan kaki
walau kaki mencacah telapak

an: _Rd_
Bumi Alloh

SUKSES

Assalamu'alaikum Wr.Wb
ALLAH AKBAR !!

Sobat UKMI, bekerja keras itu mencerminkan Keislaman dan menyehatkan.
Bekerja keras merupakan kegiatan yang menggunakan seluruh kemampuan dalam mencapai tujuannya. Bekerja keraspun mencerminkan keislaman seorang muslim-muslimah. Hal tersebut diungkapkan tauladan kita Rasululloh SAW dari sahabat Abu Hurairah ra, Rasululloh saw bersabda:
"Termasuk bagusnya keislaman seseorang itu adalah ditinggalkannya apa-apa yang tidak berguna baginya."
Seorang guru etos Indonesia, Jansen H.Sinamo, dalam bukunya 8 Etos KErja Profesional menyatakan bahwa bekerja keras menggunakan, meregangkan dan membebani seluruh otot bio-psiko-spirit kita dan kelenjar-kelenjar tubuh kita mengalir dengan dosis optimal. Hasilnya, kita bertambah sehat, makan jadi enak, metabolisme lancar dan tidurpun nyenyak.
Berbeda dengan orang yang menganggur dan menyiakan waktu luangnya sehingga kelihatan tidak sehat. karena bagi orang yang menganggur, pikiran tidak tenang dan hati tidak bahagia.

Islam sangat mendukung seorang mukmin untuk bekerja keras apalagi demi mendapatkan ridho Alloh SWT dengan jalan yang disenangiNya.
Membiarkan diri bermalas-malasan akan membahayakan seorang mukmin. Dari 'Aidh Bin Al Qarni pun menyatakan "kekosongan waktu akan menjerumuskan pelakunya pada hal-hal yang kotor" serta dalam pelukan pengangguran akan terlahirkanlah ribuan hal kotor dan akan timbul fermentasi kuman-kuman yang memusnahkan dan membinasakan.
Apabila kerja keras merupakan misi yang dibawa oleh makhluk hidup, maka pengangguran kebaikan makhluk yang telah mati."
Bukan itu saja sobat, dengan bekerja keras kita merasakan bahwa hidup kita ini lebih bermanfaat bagi diri kita maupun saudara kita sesama muslim. Dengan bekerja keras semakin mendekatkan kita kepada Alloh dalam rangka mencari ridhoNya.
Rasululloh SAW bersabda:
"Ada 2 jenis nikmat yang dilupakan kebanyakan manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang".
Sobat, sebagai mahasiswa jalan kita untuk bekerja keras dapat kita aplikasikan dengan belajar dan memanfaatkan waktu luang melalui kegiatan yang positif.
Bersama kita mulai bekerja keras untuk mencerminkan keislaman kita.

Salam Sukses !!
an,
_SM_

Senin, 11 Oktober 2010

Dilatar belakangi oleh dua hal, yaitu: peran mahasiswa serta kebudayaan bangsa kita. Jika kita berbicara mengenai peran mahasiswa, intinya: mahasiswa memiliki multi tanggung jawab. Paradigma mahasiswa jangan hanya kuliah saja, tidak sepenuhnya benar.

Secara sederhana tanggung jawab mahasiswa dibagi menjadi tiga.

1.    Mahasiswa bertanggung jawab pada dirinya sendiri.

        Dalam hal ini, mahasiswa berperan sebagai pelajar. Artinya, mahasiswa bertanggung jawab pada pemenuhan kebutuhan upgrading dirinya sendiri. Di tiap kesempatan, mahasiswa harus bisa menjadi lebih baik. Disini, kebutuhan jasmani dan rohanimahasiswa harus terpenuhi dan tentu saja, itu semua berdasarkan usaha masing-masing individu. Kebutuhan akan pemahaman disiplin ilmu, kebutuhan akan kemampuan managerial, serta kebutuhan akan kepuasan hati (termasuk rohani) merupakan macam-macam yang dibutuhkan oleh diri masing-masing.

2.    Mahasiswa bertanggung jawab pada penyokong kesuksesan operasional perkuliahannya

        Mahasiswa memiliki tanggung jawab moral. Tanggung jawab pertama adalah pada wali. Kewajiban tersirat yang biasanya menjadi “misi” tiap mahasiswa, akibat adanya tanggung jawab moral, adalah: lulus secepatnya. Hal tersebut lumrah, karena memang itu yang diharapkan sebagian besar oleh wali masing-masing mahasiswa. Tanggung jawab kedua adalah kepada semua yang mensukseskan perkuliahan. Secara individu, mahasiswa harus “tahu diri” dan tidak boleh egois. Mahasiswa bertanggung jawab secara moral terhadap temannya, dosen, dan pegawai kampus. Sederhananya, tanpa mereka tidak akan ada yang namanya dinamika perkuliahan.

3.    Mahasiswa bertanggung jawab pada bangsanya.

        Sesuai amandemen, negara bertanggung jawab atas pencerdasan dan kesejahteraan rakyat. ITB, UGM, UI, dan kampus-kampus negeri lainnya masih memiliki status “negeri”, yang artinya: semuanya adalah kampus milik rakyat. Kampus-kampus tersebut adalah bentuk manifestasi pemerintah untuk misi membangun negara. Segala dinamika kampus haruslah benar-benar dari, oleh, dan untuk rakyat. Sederhananya, ketika status kita menjadi “mahasiswa”  kampus-kampus tersebut, kita memiliki peran dalam pembangunan bangsa. Oleh karena itu, mahasiswa masih diharapkan sebagai kaum terpelajar yang peka terhadap isu-isu yang beredar di masyarakat. Wajar apabila mahasiswa berperan sebagai “steering committee” bagi segala kebijakan birokrat.

Kebudayaan yang berkembang di masyarakat ikut mempengaruhi dinamika mahasiswa dan juga pemerintah. Di luar banyaknya kebudayaan asing yang ikut mempengaruhi mental bangsa kita, adat kekeluargaan masih ada dan terdapat di sebagian besar masyarakat kita.Inilah yang mendasari mengapa nepotisme masih terdapat dimana-mana. Jangan selalu beranggapan bahwa nepotisme adalah buruk. Untuk beberapa kasus, justru nepotisme adalah bentuk dari bekal persaudaraan yang luas. Pembagian peran akan sulit apabila hubungan silaturahmi tidak terjalin dengan baik.

Minggu, 03 Oktober 2010

kaum perusak bumi
pembuat kejahatan dimuka bumi
adalah laksana penghuni dasar kapal
yang melubangi kapal karena malas
naik kegeladak untuk mengambil air.
bila pemghuni kapal yang lain diam saja
dan menganggap sebagai hak pribadi mereka
pada akhirnya kapal akan tenggelam dan
menenggelamkan semua penumpangnya tanpa kecuali